STIA BAYUANGGA POROBOLINGGO

STIA BAYUANGGA POROBOLINGGO
STIA BAYUANGGA PROBOLINGGO

Entri Populer

Senin, 17 Agustus 2009

KEKUATAN ENERGI IBADAH

Energi ibadah
Di kawasan Jakarta Selatan. Seorang lelaki paruh baya membetulkan topi lusuhnya. Di halaman masjid besar yang ramai dengan jama’ah yang hendak shalat dzuhur. Lelaki itu tak tergoda untuk turut mengambil wudhu. Gerobak bakso yang menjadi sumber mata pencahariannya tetap disandingnya.
Ketika diajak shalat, lelaki asal Jawa Tengah itu menolak halus. "Baju saya kotor, Mas," jawabnya beralasan. Padahal ternyata bukan baru hari itu ia jualan bakso. Sudah lebih dari dua tahun, dan selama itu pula ia tak pernah shalat. Setiap hari bajunya kotor? Padahal dulu di kampungnya, ia sering menjadi muadzin bila maghrib telah tiba.
***
Di sebuah terminal kota kecil di Jawa Timur. Seorang kondektur angkutan umum mengumpat sendiri. Sedari tadi penumpang sepi. Jam telah menunjukkan pukul empat belas lewat lima puluh menit. Waktu ashar akan tiba. Sopir memintanya segera sholat dzuhur. Tapi ia malah balik mengomel "Tuhan kan tahu, kita ini lagi repot," begitu ujarnya konyol. Mobil bergerak keluar. Ada dua orang penumpang melambai. Tapi waktu dzuhur sudah usai.
***

Seorang eksekutif muda sibuk membetulkan kacamatanya yang beberapa kali turun. Pandangannya nampak lelah memelototi laporan neraca keuangan yang dikirim Manajer Keuangan. Senja sudah lama tiba. Beberapa menit saja maghrib akan tiba. Di luar jalanan padat oleh kendaraan. Ia tahu dirinya belum sholat ashar. Tapi pekerjaan mungkin juga keengganannya–membuatnya tak juga beranjak meninggalkan tempat duduk. Ia harus menuntaskan semua itu untuk dibawa rapat direksi. Annual Report itu memang akan dipresentasikan dalam raker akhir tahun, lusa, di perusahaan yang bergerak dalam jasa konstruksi itu. Pukul delapan belas dua puluh menit pekerjaan itu selesai. Ia berkemas. Tapi kesempatan sholat ashar telah sirna sedari tadi.
***
Seorang perempuan muda duduk di sebuah kafe di Plaza Senayan, Jakarta. Nampaknya ia sedang ada masalah. Sebab dari pukul tujuh belas hingga pukul dua puluh malam tidak beranjak. Kerudung mungilnya mulai layu dimakan lampu yang tak terlalu terang. Saat maghrib tiba, tak nampak ia sholat. Mungkin memang sedang tidak sholat. Tapi mungkin juga memang dia lagi tak minat untuk sholat. Pelayan udah mengantarkan tiga gelas jus.
***
Itulah potret. Sepenggal kisah nyata realitas persepsi bermacam orang tentang ibadah. Itu pun baru sebagiannya. Kebanyakan mereka adalah muslim. Setidaknya secara afiliasi kependudukan. Sebagiannya mungkin juga kita, atau sebagian dari kita, meski dalam kadar kekeliruan yang berbeda.
Itu adalah sebentuk cara pandang dan penghargaan yang sangat buruk terhadap ibadah. Salah satunya adalah shalat. Bobot kekeliruan itu tidak bisa dianggap kecil. Itu adalah kesalahan yang sangat serius. Sebab ibadah adalah penunaian transaksi. Transaksi kemusliman, sekaligus juga kemanusiaan kita. Transaksi kemanusiaan adalah bentuk nyata dari kesadaran, bahwa kita adalah manusia dan bukan Tuhan, makhluk dan bukan Allah, diciptakan dan bukan menciptakan diri sendiri. Transaksi kemusliman, adalah penunaian tuntutan atas deklarasi kita sebagai Muslim. Bahwa karena kita Muslim maka kita harus melakukan ibadah, shalat, atau puasa, misalnya. Ini tidak semata karena alasan fikih, yang menjelaskan batasan sebuah ibadah itu wajib atau sunnah. Ya, memang begitu secara konstitusi dan legalitas hukumnya.
Tapi di dalam penunaian ibadah, ada fakta lain yang sangat besar: bahwa ibadah adalah sumber energi yang tak tergantikan. Kesalahan terbesar orang-orang yang tidak mampu menghargai bobot dan urgensi ibadah formal, seperti shalat, puasa atau zakat, terletak pada ketidakmampuan mereka memahami prinsip-prinsip transksaksional tersebut. Sebagai mana ia juga telah keliru, ketika memahami bahwa untuk menjadi baik tidak harus shalat, atau puasa, atau melakukan ibadah-ibadah wajib lainnya.
Dalam kehidupan seorang Muslim, kebaikan dan kebajikan memang punya medan yang berhampar-hampar. Dari yang sepele hingga yang berat. Dari tersenyum kepada sesama Mukmin hingga menolong orang yang kesusahan. Tetapi menjadi baik tanpa ibadah formal, tanpa ritual wajib, seperti shalat, atau puasa, yang telah diperintahkan, tidaklah ada artinya.
Dalam banyak ayat dan dalil dalam syariat Islam, kita dapat menemukan berbagai contoh penegasan ibadah formal sebagai penopang penting berbagai sisi kehidupan manusia. Terlebih dalam kondisi-kondisi yang sangat kritis dan strategis. Terkait dengan kekuasaan, Allah menegaskan secara verbal, misalnya, tentang para penguasa yang mengabaikan shalat. Sekali lagi verbal. Artinya penekanannya pada pelaksanaan ibadah formal tersebut.
Juga dalam menyiasati karakter umum manusia yang punya potensi jelek, ada shalat di sana sebagai penawar. Allah bertirman, "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya."(Al-Ma’arij: 19 -23).
Maka, mereka yang merasa telah cukup menjadi baik, hanya dengan menganut nilai-nilai positif dalam teori humanisme semata, seperti bahwa dirinya tidak pernah mengganggu sesama, meski ia tidak pernah shalat, itu belum cukup bagi kehidupan seorang Mukmin.
Salah satu ciri ibadah adalah kesakralannya. Itulah mengapa ada soal kekhusyu’an dalam ibadah. Sebab disanalah sumber energi itu. Pada ruku’ dan sujud itu, pada menahan lapar, pada bacaan ayat-ayat Allah yang dibunyikan dengan lisan, memakai kaidah tajwid, bukan dengan sekadar meyakini bahwa nilai universal Al-Qur’an secara umum telah ia jalankan. Tidak, itu semua tidak menggantikan bila kita sehuruf pun tak pernah membaca Al-Qur’an.
Setiap yang bergerak memerlukan energi. Kadang energi diperlukan untuk melahirkan energi baru lagi. Seperti angin yang berhembus lalu menggerakkan kincir. Atau air yang mengalir memutar turbin, lalu turbin memutar pembangkit listrik. Listrik menjadi energi bagi bermacam sarana hidup. Begitulah.
Logika energi bagi seorang Mukmin secara mendasar ada pada prinsip-prinsip ibadah. Itu adalah rahasia lain, mengapa dalam ayat Al-Qur’an, Allah dengan jelas mengatakan, bahwa manusia tidak diciptakan melainkan untuk beribadah. Wallahu’alam.

APA POTENSI SAYA ????????

Apa potensi saya?
"APA sih potensi saya?” Pasti pertanyaan ini pernah kita lontarkan. Tapi tahukah Anda ada kalanya pertanyaan itu menyesatkan diri Anda sendiri?
Pertanyaan semacam itu biasanya menghantui para remaja. Maklum, itu usia pencarian identitas. Tapi, tak jarang lho ditanyakan juga oleh orang dewasa. Itu bukan berarti mereka kehilangan identitas, namun biasanya terjadi saat harus memilih ulang pekerjaan yang akan ia geluti. Misalnya, pada sarjana yang baru lulus, pekerja yang baru kena PHK, atau pada orang yang selalu gagal berwirausaha.
Situasi seperti itu kerap memaksa orang untuk menilai ulang dirinya. Jadi, pertanyaan seperti di atas sah-sah saja dilontarkan. Harapannya tentu saja kita mendapat jawaban yang tepat. Dengan begitu keputusan kita dalam memilih dunia kerja yang akan kita geluti bisa pas.

Namun, ada dua hal yang perlu dipertanyakan agar kita tidak disesatkan oleh pertanyaan itu. Pertama, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada diri kita dibalik pertanyaan itu? Kedua, apakah pertanyaan itu telah membuat kita terpaku dan ragu dalam mengambil keputusan?
Umumnya, pertanyaan bernada sangsi pada kemampuan diri itu timbul saat kita sedang mencari identitas diri. Kebanyakan kaum remaja yang mempertanyakan. Ingin tahu siapa diri mereka sebenarnya, apa kelebihan-kekurangannya. Bakat apa yang mereka miliki dan prinsip hidup seperti apa yang pas untuk dipegang.
Itu alasan yang positif, Nah, dua yang terakhir ini perlu diwaspadai. Jika pertanyaan di judul muncul di benak Anda akibat keraguan mengambil keputusan atau rasa frustasi karena kegagalan yang beruntun. Hati-hatilah! Pertanyaan di atas bisa menyesatkan, bahkan menjadi apologi untuk tidak melakukan apa apa.
Di situasi itu Anda sebenarnya bukan tidak tahu potensi diri. Justru Anda telah memiliki sejumlah kemampuan yang siap dimanfaatkan. Hanya saja keraguan dan rasa frustrasi membuat Anda merasa tidak memiliki apa apa, bahkan merasa tidak berdaya. Karena itu, agar tidak tersesat, ubah cara berpikir Anda! Patok sesuatu sebagai tujuan dan bunuh rasa takut gagal. Berprasangka baiklah kepada Allah. Semua pemberian Allah itu baik buat kita. Allah akan menolong usaha kita.
Tahukah Anda, sebenarnya peran potensi dalam keberhasilan seseorang dalam menekuni pekerjaannya tidaklah terlalu besar! Saat ini orang lebih banyak membicarakan kuatnya motivasi, memadainya kompetensi, dan uletnya usaha sebagai kunci keberhasilan. Bukan potensi.
Memang, potensi berperan dalam memperoleh kompetensi. Tapi, sebenarnya sulit membedakan potensi dari kompetensi. Misalnya kecerdasan. Orang menyebutnya sebagai potensi untuk dapat menguasi pengetahuan. Namun, kemampuan menganalisis, mengenali masalah, dan mengembangkan alternatif penyelesaian masalah adalah kompetensi berpikir. Kompetensi berpikir sering juga disebut sebagai kecerdasan dan kreativitas. Jadi, kecerdasan dan kreativitas adalah potensi, dan ada kalanya disebut kompetensi.
Nah, sekarang kita lupa soal perbedaan potensi dan kompetensi. Sebaiknya, kita mulai dengan mengubah cara berpikir. Kalau biasanya Anda memulai dari “apa yang saya miliki”, saat ini pakai "apa yang bisa saya capai dengan modal ini". Jadi, pertanyaanya berubah. Bukan lagi "apa potensi saya". Tapi, “apa yang ingin saya raih dan modal apa yang harus saya usahakan untuk mencapai itu”.
Itulah langkah pertama Anda untuk mengembangkan diri. Dengan cara pikir demikian, Anda akan memiliki arah kemana Anda akan berkembang. Anda pun akan dapat memastikan hal apa yang harus Anda kembangkan dalam diri Anda.
Selanjutnya, buat daftar kompetensi yang harus Anda miliki. Sebagai contoh, Anda telah memastikan ingin jadi penulis, maka langkah selanjutnya daftar sejumlah kompetensi yang harus Anda miliki. Kira-kira seperti ini: keluasan wawasan, kepekaan terhadap masalah yang terhadir di masyarakat, kekayaan kosa kata, kreativitas, dan penguasaan teknik menulis.
Tentu saja kompetensi itu tidak melulu bersifat pemikiran dan intelektual. Bisa juga kepribadian, Misalnya, kepemimpinan, cara berkomunikasi, atau kemampuan bekerja sama.
Jika Anda telah punya daftarnya, kini mulailah beraksi! Artinya, Anda harus punya program meraihnya. Misalnya, membaca satu buku dalam seminggu, ikuti seminar, diskusi, dan workshop menulis. Yang aksi paling penting adalah mulai mengirim tulisan ke penerbit seperti apa pun hasil tulisan Anda. Sebab, bagi penulis pemula inilah proses quantum learning.
Kalau itu sudah Anda lakukan, siapkanlah dada yang lapang. Syukuri setiap kemajuan yang diperoleh, sekecil apa pun kadarnya. Karena, itu adalah karunia Allah. Ingat, semakin Anda bersyukur, Allah akan menambahkan karuniaNya. Terakhir, sebagai bahan renungan, sebenarnya apa yang ingin Anda gapai dengan bersusah payah mengembangkan potensi diri? Semoga tidak sekadar ingin meraih materi.

MAU ANAK ANDA KERANJINGAN MATEMATIKA

Membuat Anak Keranjingan Matematika
Mengapa kebanyakan anak menganggap matematika sebagai monster..?

Ada beberapa penyebab yang semuanya bersumber pada orang-orang yang membimbingnya.
1. Gurunya killer
2. Gurunya selalu mengatakan "MATEMATIKA SULIT"
3. Orang-orang di sekitarnya selalu mengatakn "AWAS, KALAU MATEMATIKA DAPAT kurang dari 5 TIDAK LULUS LHO!!!!"
4. Gurunya kurang menguasai matematika
5. Gurunya 'mbulet' kalau menjelaskan
6. Permasalahan simpel dibuat panjang --biar kelihatan sulit kali....
Gimana caranya?
pakai math master donk

Math master sangat mudah untuk mengajar anak. Contoh metode mathmaster :

134253445
87987899
------------- -- soal ini bisa diselesaikan dalam waktu 8 detik max. Ngejawabnya dari depan lho.

caranya :
Kita pakai pendekatan ke angka 10.

8 ke 10 berarti selisih 2. Angka 2 ditambah angka di atasnya (3) dikurangi 1 (karena dipinjam sebelah kanannya) = 4.
Dengan cara yang sama didapatkan 46265546

Gampang kan!!!!!

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI

Meningkatkan percaya diri
Dari data penelitian, ditemukan banyak faktor yang menjadikan kendala seseorang enggan untuk menjadi penyeru kebaikan. Antara lain, kurang percaya diri, kemudian disusul tidak adanya skill. Kalau kita runut, keduanya mempunyai korelasi yang sangat erat. Sebenarnya akar masalah orang yang tidak percaya diri terletak pada skill (keterampilan). Dan, skill utama bagi seorang penyeru kebaikan terletak pada kemampuan penguasaan materi, pemahaman terhadap nilai-nilai yang disampaikan, serta penguasaan skill penyampaian.
Untuk menumbuhkan ketiga hal tersebut perlu sebuah usaha pembiasaan. Dan untuk menjadikan hal itu sebagai sebuah kebiasaan dalam diri seseorang secara permanen, maka perlu ditanamkan beberapa faktor: Pertama, paham. Tanpa pemahaman yang utuh, orang tidak akan dapat bekerja dengan ikhlas, lemah produktiftas, dan tidak akan tahan lama. Kedua, memiliki skill. Orang yang tidak memilki skill biasanya akan bekerja dengan cemas dan minder. Ketiga, kemauan. Dengan kemauan, kita dapat beramal secara konsisten dalam rentang waktu yang lebih lama.
Ada beberapa kiat praktis untuk meningkatkan rasa percaya diri. Utamanya meliputi aspek kemauan, pemahaman serta keterampilan. Untuk memenuhi aspek kemauan, Anda perlu melakukan berbagai usaha. Antara lain:
1. Bekerjalah dengan Ikhlas. Yakinkan bahwa seluruh amalan baik akan mendapatkan pahala walau tidak enak untuk dikerjakan.
2. Kerjakan setiap aktifitas dengan penuh tanggung jawab, memiliki landasan nilai (vaIue) dan prinsip-prinsip yang kuat.
3. Milikilah kebiasaan menerima. Ini akan meningkatkan rasa memiliki.
4. Tingkatkan rasa tanggung jawab pribadi. Dengan itu, rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan problem umat akan tumbuh.
5. Miliki kebiasaan mempertahankan hak. Dengan cara mendorong sikap percaya diri untuk membela hak-hak kita yang hilang.
6. Milikilah kebiasaan hidup dengan tujuan. Tanpa tujuan yang kuat tak akan ada target dan kurang termotivasi untuk melakukan aktifitas yang baik sekalipun.
7. Memiliki integritas diri. Kekuatan utama bagi penyeru kebaikan terletak pada kekuatan integritas, yaitu kesatuan antara ucapan, statement tertulis dan tindakan kita.
Sedangkan untuk aspek pemahaman dan keterampilan, barangkali beberapa langkah berikut bisa Anda usahakan:
1. Milikilah catatan/referensi materi dan agenda yang rapi.
2. Siapkan materi yang akan disampaikan. Naik panggung tanpa persiapan, maka turun panggung penuh dengan kehinaan.
3. Bacalah buku-buku referensi, ini sangat membantu meningkatkan pemahaman.
4. Milikilah hafalan yang baik. Orang berbicara mengandalkan apa yang diingat.
5. Ambillah selalu kesempatan untuk tampil dimuka umum kapan saja. Sebagai latihan melancarkan kemampuan bicara dan kontrol diri.
6. Ikutilah beberapa pelatihan, semisal pelatihan Training for Trainer, atau sejenis pelatihan untuk pelatih dan fasilitator yang membekali skill mengajar.
Dengan kecakapan dalam bidang pemahaman dan keterampilan, ditambah kemauan yang keras, insya Allah usaha perbaikan, mengajak manusia ke jalan yang diridhai Allah akan punya hasil dan rentang usia yang panjang.
wallahu’alam